Selasa, 18 Maret 2014

Jomblo, Why Not ? (bagian 1)



Oke, mungkin judul post kali ini agak-agak tidak berperi kejombloan. Hehehe. Habis, di saat orang ingin cepet-cepet punya pacar, ada yang beruntung banget bisa punya pacar sesuai idamannya. Ada yang cukup beruntung punya pacar, walau nggak sesuai keinginannya. Dan, yang kurang beruntung ialah yang belum punya jodoh. Hehehe.... Tenang, mimin sendiri belum punya jodoh kok. Baru punya "bribikan". Hehehe

Sebenernya, ada alasan mengapa mimin ngangkat judul ini dan enggak ngelanjutin post sebelumnya tentang kesetiaan. Jadi, beberapa hari yang lalu mimin sempat memikirkan sesuatu. Mengenai "kesendirian". Ya bagaimana lagi, mimin sendiri belum punya jodoh. Jadi, menjalani hidup ini tanpa jodoh itu tadi. Puncaknya, pas mimin pergi ke toko buku di kota Jogja tercinta. Pas itu mimin lewat jembatan Gondolayu. mimin masih memikirkan masalah "kesendirian" tadi. Untungnya, mimin nggak kepikiran buat lompat dari jembatan itu. Hehehe...

Memang bagi sebagian orang, masalah "jomblo" ini menjadi problem tersendiri. Banyak ucapan-ucapan yang secara tidak langsung men-judge dirinya bahwa dirinya jomblo. Contohnya :
"Kok aku belum punya pacar ya ?"
"Duh, kok aku belum bisa nembak dia ya ?"
 Hari ini, mimiin ingin mengangkat mengapa kok harusnya para jomblo (atau single aja ya, biar lebih bermartabat sedikit. Hehehe ... :P) bersyukur banget belum dikasih pacar. Setidaknya, mimin dapat beberapa alasan yang mendukung kuat teori di atas.

Pertama, jomblo bisa melakukan apa aja, tanpa terganggu adanya pacar. Jadi gini, banyangin sekarang kamu belum punya pacar. Kamu bisa pergi kemana-mana (walau sendiri itu tadi), basketan ato futsalan bareng, atau cuma di rumah sendirian aja. Kamu bisa pergi kemana aja, tanpa kontrol pacarmu itu (kecuali orang tua lah). Tapi, sekarang bayangin kamu punya pacar. Pasti hampir setiap kegiatan kita diketahui oleh pacar kita. Apalagi untuk pacar yang posesif, pasti pacarnya minta ikut kamu untuk pergi. Entah ketemu temen lama, basketan, bahkan sampai hal-hal sepele contohnya buat ngisi bensin !

Kedua, jomblo bisa bergaul seluas-luasnya dan nggak terpengaruh oleh pacarnya. Artinya, para jomblo harusnya bersyukur karena mereka bisa berkenalan dengan banyak orang. Orientasinya hanya sebagai teman (tapi kalau mau djadiin jodoh ya enggak apa-apa). Selain itu, dia bebas untuk berkenalan dengan lawan jenis. Tetapi, kalau sudah punya pacar, biasanya kita enggak bebas untuk berkenalan, apalagi dengan lawan jenis. Bisa jadi kia dikira selingkuh dengan teman kita tadi (biasanya untuk pacar posesif). Orientasinya sudah enggak bebas lagi. Sayang 'kan ?

Ketiga, jomblo bisa menggunakan waktunya untuk menata diri. Para jomblo seharusnya bersyukur belum diberi pacar oleh Tuhan, karena masih punya waktu untuk mempersiapkan diri. FYI, pacaran itu bukan untuk main-main, tetapi sebagai pengenalan lebih lanjut sebelum pernikahan. Jika kita belum punya jodoh, kita bisa menata diri mempersiapkan diri. Entah mengubah kepribadian, fisik (mungkin dikurusin gitu), atau memiliki target (misal sudah punya penghasilan). Sehingga, saat pacaran kelak, kita nggak akan kelimpungan lagi pas menraktir pacar tapi enggak ada uang. Dan, nggak perlu takut. Tuhan tahu kok kapan kamu akan mendapat jodoh.

Tenang aja, pembahasan mengenai jomblo masih akan dilanjutkan di edisi berikutnya. Sekarang, sampai sini dulu ya. Tunggu tulisan selanjutnya.

Kamis, 06 Maret 2014

Kesetiaan (bagian 1)

Kesetiaan. Sebuah kata yang mungkin simpel bagi kalian. Namun, pernahkah kalian berpikir bahwa dampaknya akan sangat besar ?

Banyak contoh dalam kehidupan dimana saat kesetiaan yang berbicara. Contohnya, orang yang setia akan pasangannya sampai tua. Atau, orang yang setia yang mengerjakan kewajibannya (walaupun kecil) dengan setia. Saya ingat seorang bapak di sekolah dimana bapak ini selalu mengantarkan buku berisi pengumuman untuk dibaca ke setiap kelas. Setiap hari bapak ini bekerja dengan hal yang sama. Mungkin tugas seperti itu ga sebanding dengan guru atau yang lain, tapi itu sangat berarti bagi saya.

Pernah nggak kalian berpikir tentang kesetiaan itu sendiri ? Oke, saya akan melihat kesetiaan dari sudut pandang kekristenan. Seperti biasa, post ini bukan bermaksud menggurui atau memaksa orang, tetapi sebagai bahan kita untuk saling belajar.

oke, let's check !

Pertama, kesetiaan berasal dari Allah. Dalam 1 Yohanes 1 : 9 yang mengatakan,
Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. (TB)
Yesus adalah pribadi yang setia. Banyak ilustrasi yang digunakan untuk menggambarkan kesetiaan Allah. Tapi tidak perlu dibahas, karena keterbatasan tempat. Tapi, gambarannya ada sebagai berikut.
Saat kamu pergi dari rumah, membawa sebagian harta ayahmu, ayahmu pasti akan setia menunggu kamu kembali. Atau setidaknya menunggu kabarmu. Setelah kamu pulang, maka ayahmu akan memelukmu dengan penuh kasih sayang dan menyambutmu kembali. Seperti itulah Allah kita.
Kedua, kesetiaan dimulai dari hal kecil. Yesus pernah memberi perumpamaan mengenai hamba yang baik dan jahat (Matius 24 : 45 - 51). Hamba yang baik melakukan tugasnya dengan setia, sementara hamba yang jahat malah bermalas-malasan saja. Artinya, kita sebagai manusia setidaknya juga setia. Dan tidak harus dimulai dari hal-hal yang berat. Cukup setia saat mengerjakan tanggung jawab kita. Sebagai contoh, saat guru meminta kamu menghafalkan vocabulary bahasa Inggris, tanpa guru menyebutkan maksudnya, lakukanlah itu dengan setia.
Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. (Matius 24 : 46, TB)
 Sementara, itu dulu yang ingin saya share. Semoga bermanfaat. Tunggu post berikutnya yang masih bercerita tentang kesetiaan. :))